A. Anatomi Apendik
Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjangnya 5 – 10 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Posisi apendiks, laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor. Mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk apendiks, sehingga apabila terjadi trombus akan berakibat terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks.
B. Fisiologi Apendik
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
C. Pengertian Apendisitis
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Istilah apendisitis pertamakali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886 di Boston. Morton pertamakali melakukan operasi apendektomi pada tahun 1887 di Philadelphia. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
D. Macam-macam Apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi atas :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
3. Apendisitis rekurens: Diagnose apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan yang berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena fibrosis dan jaringan parut. Resiko terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%. Insiden apendisitis rekurens adalah 10% dari specimen apendiktomi yang diperiksa secara patologi. Pada apendiksitis rekurn, biasanya dilakukan apendiktomi karena penderita sering kali datang dalam serangan akut.
4. Mukokel apendiks: Mukokel apendiks merupakan dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh kista denoma yang dicurigai dapat berubah menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba masa panjang diregio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
5. Tumor apendiks
;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.25in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l33 level1 lfo43; text-align: justify; text-indent: -.25in;">a. Adenokarsinoma apendiks: Penyakit ini jarang ditemukan biasanya ditemukan kebetulan sewaktu apendiktomi atas indikasi apendiksitis akut. Karena bisa bermetastasis, dianjurkan hemikolektomi yang akan memberikan harapan hidup yang jauh lebih baik dibandingkan dengan hanya apendektomi.
b. Karsinoid apendiks: Karsinoma apendiks merupakan tumor sel apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis tetapi ditemukan secara kebutulan pada pemeriksaaan patologi specimen apendiks dengan diagnose pra bedah apendisitis akut. Sindrom apendiks, rasangan kemerahan (fleshing) dan diare akut yang ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut diatas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan karsinoid ternyata juga dapat berulang dan bermetastasis sehingga diperlukan operasi radika. Bila specimen patologi apediks menunjukan karsinoid maka dilakukan operasi ulang atau hemikolektomi kanan.
E. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu :
1. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Messo appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
F. Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.
1. Klinis didapatkan gejala-gejala rangsangan peritoneum dengan pusat didaerah Mc Burney.
a. Nyeri pada tekanan intra abdominal yang naik
b. Nyeri tekan dengan defans muskuler
c. Rebound phenomen: menekan perut bagian kiri dan dilepas mendadak, dirasa nyeri pada perut sebelah kanan bawah.
d. Rovsing sign, menekan daerah kolon deskenden/transversum udara akan menekan sekum hingga timbul sakit.
e. Tenhorn sign, menarik testis kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
f. Psoas sign, mengankat tungkai kanan dalam ekstensi, timbul nyeri perut kanan bawah.
g. Obturator sign, fleksi dan endorotasi sendipanggul kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
G. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti: cacing, striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya. Sebab lain misalnya: keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.
H. Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
2. Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4. Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
I. Pencegahan
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren, perforasi dan peritonitis.
J. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Thndakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
K. Diagnosa Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak-anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak-anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.
L. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut:
1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2. Abses hati
3. Septi kemia
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut:
1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2. Abses hati
3. Septi kemia
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat kesehatan saat ini; mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi
Tanda : Takikardi
c. Eliminasi
Konstipasi pada awitan
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Konstipasi pada awitan
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
d. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
e. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
f. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
g. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
h. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
B. Diagnosa Keperawatan Apendisitis
1. Pre operasi
a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
e. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.
d. Risiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral.
C. Perencanaan
1. Pre operasi
a. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.
1) Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
2) Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
b) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
c) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
b. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3
1) Tujuan: Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
2) Intervensi:
a) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional: Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
Rasional: Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
b) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional: Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
Rasional: Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
c) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional: Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
Rasional: Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
d) HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional: Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
Rasional: Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
1) Tujuan: Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria: Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
2) Intervensi:
a) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
Rasional: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
b) Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
c) Lakukan gate control.
Rasional: Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
Rasional: Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
d) Kolaborasi dengan memberi analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur.
1) Tujuan: Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
2) Intervensi:
a) $3C/span>Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional: Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
Rasional: Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
b) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional: Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
Rasional: Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
c) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah.
1) Tujuan: klien mampu merawat diri sendiri
2) Intervensi:
a) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional: menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
Rasional: menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
b) Perkirakan/hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
c) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Mengawasi keefektifan secara diet.
Rasional: Mengawasi keefektifan secara diet.
d) Beri makan sedikit tapi sering
Rasional: Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
Rasional: Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
e) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
Rasional: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
f) Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional: Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
Rasional: Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
g) Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional: Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
Rasional: Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
h) Memberi makanan yang bervariasi
Rasional: Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
Rasional: Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
1) Tujuan: klien mampu merawat diri sendiri
2) Intervensi:
a) Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional: Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
Rasional: Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
b) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional: Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
Rasional: Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
c) Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional: Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
Rasional: Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
d) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional: Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
Rasional: Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
e) Bimbing keluarga klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
f) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional: Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
Rasional: Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post operasi appendiktomi
1) Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan
Nyeri berkurang / hilang dengan
2) Kriteria Hasil:
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
3) Intervensi
a) Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
c) Dorong ambulasi dini.
d) Berikan aktivitas hiburan.
e) Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional
a) Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
b) Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
c) Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
d) meningkatkan relaksasi.
e) Menghilangkan nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri
1) Tujuan
Toleransi aktivitas
Toleransi aktivitas
2) Kriteria Hasil:
a) Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
b) Tidak berhati-hati dalam bergerak.
3) Intervensi
a) catat respon emosi terhadap mobilitas.
b) Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
c) Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
d) Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional
a) Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
b) Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
c) Memperbaiki mekanika tubuh.
d) Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi
1) Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Infeksi tidak terjadi
2) Kriteria Hasil:
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
3) Intervensi
a) Ukur tanda-tanda vital
b) Observasi tanda-tanda infeksi
c) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
d) Observasi luka insisi
Rasional
a) Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
b) Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
c) Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
d) Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral
1) Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
2) Intervensi
a) Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh
b) Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
c) Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena
Rasional
a) Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
b) Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
c) Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan fungsi ginjal
D. Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
E. Evaluasi
1. Gangguan rasa nyaman teratasi
2. Tidak terjadi infeksi
3. Gangguan nutrisi teratasi
4. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
5. Tidak terjadi penurunan berat badan
6. Tanda-tanda vital dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marlynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC
Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta:
EGC.
0 komentar:
Posting Komentar