Ngeblog Dapat Duit

Rabu, 18 Januari 2012

Laporan Pendahuluan Nyeri


Pengertian nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
a)      Konsep Dasar Nyeri
1)      Pengertian Nyeri
2)      Nyeri merupakan tanda terhadap adanya gangguan fisiologis atau jaringan. Dimana seseorang dalam hal penanganannya disesuaikan pasien dan patologinya. Oleh karena itu pengertian nyeri meliputi :

a. Secara khusus
(1) Menurut Mc. Coffery (1979)
Nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dimana eksistensinya diketahui jika seseorang pernah mengalaminya.

(2) Menurut Wolf, Firest (1974)
Nyeri adalah suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan nyeri yang bisda menimbulkan ketegangan.

(3) Menurut Arthur C. Cuvton (1983)
Nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul bila mana jaringan yang sedang dirusak dean menyebabkan individu tersebut bereaksi atau menghilangkan rangsang nyeri.
Jadi nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan fisiologis atau jaringan.
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.

Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)

Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya

Respon fisiologis terhadap nyeri

1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan

Respon tingkah laku terhadap nyeri

1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.

2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :


Keterangan :

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasivdengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
 
1.      Etiologi Nyeri
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1.      Stimulasi Kimia (Histamin, bradikirun, prostaglandin, bermacam-macam asam)
2.      Pembengkakan Jaringan
3.      Spasmus Otot
4.      Kehamilan
5.      Inflamasi
6.      Keletihan
7.      Kanker

2.      Manifestasi klinis
1.      Gangguam Tidur
2.      Posisi Menghindari Nyeri
3.      Gerakan Menghindari Nyeri
4.      Pucat
5.      Perubahan Nafsu Makan

3.      Komplikasi
1.      Edema Pulmonal
2.      Kejang
3.      Masalah Mobilisasi
4.      Hipertensi
5.      Hipovolemik
6.      Hipertermia

4.      Fokus Pengkajian

A.    Riwayat Keperawatan
1)      Keluhan Utama : Pasien mengatakan Nyeri
2)      Riwayat Kesehatan sekarang : Mulai kapan dimulai nyeri (Akut/kronis) Pola Nyeri, Skala Nyeri
3)      Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
4)      Riwayat Penyakit Dahulu melalui kemungkinan pernah nyeri, atau pengalaman nyeri dimasa lalu, penyakit penyebab Nyeri
5)      Riwayat Penyakit keluarga : meliputi penyakit menular atau menahun yang mengakibatkan Nyeri.

5.      Hal Pemenuhan KDM Menurut
1)      Pola Oksigenasi           : Keluhan sesak (nyeri), pola nafas ,bersihan jalan nafas.
2)      Pola Nutrisi                 : Asupan Nutrisi, pola makanan,kecukupan gizi, pantangan makanan.
3)      Pola Eliminasi             : Pola BAB dan BAK, konsistensi fases, warna urin, volume out put, frekuensi BAB dan BAK sebagai identifikasi nyeri.
4)      Pola Aktivitas             : meliputi gerakan (mobilitas) pasien, aktivitas/ pekerjaan pasien yang dapat menimbulkan nyeri/ mengurangi nyeri.
5)      Pola Istirahat               : Meliputi Kebiasaan tidur/ istirahat pasien, kebiasaan dalam istirahat.
6)      Pola Berpakaian          : Meliputi  baju yang sesuai berpakaian dan melepas pakaian.
7)      Pola Mempertahankan temperatur tubuh dan lingkungan            : meliputi suhu tubuh, akral (dingin / hangat) warna (kaji adanya sianosis, kemerahan)
8)      Pola Personal Hygiene
9)      Meliputi : kebiasaan menjaga kebersihan tubuh dari penampilan yang baik serta melindungi kulit, kebiasaan mandi, gosok gigi dll untuk menjaga kebersihan.
10)  Pola menghindari bahaya lingkungan dan rasa Nyaman.
11)  Pola komunikasi         : bagaimana berinteraksi dengan orang lain
12)  Pola beribadah          
13)  Pola bekerja                : Meliputi waktu bekerja
14)  Pola Bermain
15)  Pola Belajar


6.      Pemeriksaan Umum
1)      Keadaan Umum
2)      Kesadaran
3)      TD
4)      N
5)      S
6)      RR
7)      Skala Nyeri : meliputi P,Q,R,S,T

7.      Pemeriksaan Fisik
1)      Kepala       : bentuk mesochepal/ tidak, rambut lurus beruban, rambut agak kotor, tidak ada lesi.
2)      Mata          : Bentuk simetris/tidak, konjungtiva tidak anemis, tidak /ada nyeri tekan pada kelopak mata, warna bola mata hitam. Reflek berkedip kurang, penglihatan agak berkurang.
3)      Hidung      : Bentuk simetris/tidak, tidak/ ada polip, tidak /ada nyeri tekan, tidak/ ada sekret.
4)      Telinga      : Bentuk, tidak/ ada sirumen berlebih, tidak\menggunakan menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada infeksi, selama sakit belum pernah dibersihkan.
5)      Mulut        : Bibir kering/tidak, gigi agak kotor/ bersih, dan terdapat karies tidak/ada nyeri tekan pada langit-langit mulut, tidak/ada pendarahan gusi.
6)      Leher         : Tidak/ada pembesaran kelenjar tyroid, kaku leher/ tidak, tidak/ada pembesaran venajugularis.
7)      Dada         : Bentuk, terdengar bunyi wheezing/tidak, tidak/ada nyeri tekan, bunyi jantung normal terdapat kontraksi inspirasi.
8)      Abdomen  : Tidak/ada lesi, suara bising usus lemah/ kuat, tidak/ada nyeri tekan,tympani
9)      Inguinal     : Terpasang kateter/ tidak, tidak/bisa kencing
10)  Integumen : Warna kulit , jumlah rambut banyak/ sedikit, lembab atau tidaknya, tidak ada lesi/ tidak
11)  Extermitas
12)  Akral dingin, edema -/- atau tidak, kekuatan 2/2, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-. Perifer tampak pucat. Tulang belakang. (ada/tidaknya)
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.(tidak/ adanya)
13)  Genetalia : bentuk apa, tidak/ ada lesi, kulit skrotum kemerahan atau tidak,, tidaka/ada nyeri tekan, tidak/ada benjolan.

8.      Pengkajian Nyeri
a.    Meliputi : titik nyeri berasal :
1.      Pada bagian nyeri mulai terasa
2.      Kapan Rasa Nyeri Terasa
3.      Apa yang dikerjakan pada saat nyeri mulai terasa
4.      Apakah rasa nyeri mulai menyebar

b. Faktor- factor yang mempengaruhi
1.      Apa yang dapat membuatnya lebih baik
2.      Apa yang membuatnya semakin terasa nyeri
3.      Obat-obatan penghilang
4.      Intensitas Nyeri
5.      Sifat Nyeri
6.      Gambaran rasa nyeri   : tidak nyaman, rasa terbakar, tegang, patah, kram.

9.      Pengkajian Fisik
 Kaji tanda-tanda Vital (TTV)
a)      Nadi   : Karotid, apical, Radial, Femoral, Poppitea, Tibialispost,Dorsalis pedis.
b)      RR      : Kecepatan Peningkatan nafas, kedalaman, keteraturan, mulut dan hidung (nafas, cuping, hidung)
c)      Suhu
d)     Tekanan

10.  Fokus Intervensi
Intervensi Preoritas NIC

a. Penatalaksanaan Nyeri : Meringankan dan mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
b.  Pemberian Analgetik : penggunaan agen-agen farmakologi untuk mengurangi dan menghilanngkan nyeri.

11.  Diagnosa Keperawatan
-  Nyeri berhubungan dengan iskemik miocard

12.  Intervensi

1.      Ukur Tanda-tanda vital
Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.      Kaji saat timbulnya nyeri dan intensitas nyeri
Rasional : untuk mengetahui pola nyeri dan penanganan yang tepat.
3.      Kaji pola Istirahat pasien
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
4.      Berikut relaksasi / distraksi
Rasional : Pemberian distraksi relaksasi dapat mengurangi nyeri.
5.      Kolaborasi Pemberian Analgetik
Rasional : Analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri yaitu dengan menghambat Sintesis prostaglandin
6.      Anjurkan Pasien untuk berfikir positif dan tenang untuk mengurangi nyeri.
7.      Beri penjelasan mengenai penanganan nyeri kepada klien dan keluarga

0 komentar:

Iklan